Tags

, ,


 

A.   PERUMUSAN MASALAH 

  1. Masalah Anak Jalanan di Kota Bandung

      Beberapa media massa di Indonesia termasuk di Bandung memuat berita mengenai tindak kekerasan, penipuan dan penganiayaan yang dialami oleh Anak Jalanan di kota Bandung.

      Beberapa anak jalanan di kota Bandung mengakui bahwa mereka melakukan hubungan seks bebas, minum-minuman keras dan menggunakan narkotika.

      Anak jalanan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk diri sendiri maupun untuk membantu keluarganya.

      Keberadaan anak jalanan di kota Bandung menurut Pemerintah mengganggu ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3) kota.

      Anak Jalanan sering dikejar-kejar dan diperlakukan kasar oleh aparat Pemerintah (Polisi Pamong Praja atau Polisi).

      Rumah Singgah tidak dapat menjadi solusi tuntas untuk menangani masalah Anak Jalanan karena banyak orang tua yang meminta anak mereka dikembalikan agar dapat mencari nafkah untuk membantu keluarganya.

      Menurut Komnas HAM, keberadaan Anak Jalanan merupakan bukti tidak terpenuhinya hak anak, baik oleh orang tuanya masing-masing maupun oleh Pemerintah.

     Keberadaan Anak Jalanan menunjukkan bahwa Undang-undang Perlindungan Anak belum sepenuhnya difahami dan dilaksanakan oleh semua pihak (terutama Pemerintah) demi peningkatan kesejahteraan anak. 

  1. Batas-batas masalah

a.    Ruang lingkup, definisi konseptual dan definisi operasional

1)   Anak adalah seseorang, baik perempuan ataupun laki-laki yang berusia di bawah 18 tahun (Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002). 

2)    Jalanan :

      Ruang lingkup di luar rumah dan atau tempat-tempat yang terlindung yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam tugas kehidupannya sesuai norma-norma dan nilai-nilai kesusilaan.

      Area atau wilayah yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain di wilayah perkotaan, bersifat terbuka dan dapat dilalui dengan berjalan kaki atau menggunakan alat transportasi.

3)   Anak (usia 18 tahun ke bawah) mempunyai hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 4).

4)    Anak berhak untuk hidup, tumbuh kembang, mendapat perlindungan dan berpartisipasi (Konvensi Hak Anak).

5)    Definisi Anak Jalanan menurut Departemen Sosial :

Anak yang berusia 5 – 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat – tempat umum.

Kriteria anak jalanan adalah :

Ø  Anak (laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun.

Ø  Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau berkeliaran di jalanan atau ditempat umum minimal 4 jam/hari dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu, seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanjaan di pasar dll.

Ø  Kegiatannya dapat membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu ketertiban umum.

6)    Anak yang bekerja lebih dari 4 jam/hari sudah dapat dikategorikan sebagai eksploitasi (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja).

7)    Kategori Anak Jalanan :

a)    Children of the street, yakni mereka mencari nafkah dan tinggal di jalanan.

b)    Children on the street, mencari nafkah di jalan tapi hidup bersama keluarga.

c)    Anak yang hidup di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dan secara periodik pulang ke rumah.

d)    Anak yang bersama keluarganya hidup di jalanan.

8)    Kota Bandung

      Kota yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat, merupakan tempat pusat Pemerintahan, perekonomian, pendidikan, kesehatan, industri dan berbagai pelayanan lainnya bagi penduduk di daerah Jawa Barat.

      Daerah yang memiliki luas tertentu yang dihuni oleh penduduk dalam jumlah tertentu dengan pola kehidupan modern dan semi modern yang diatur oleh aturan-aturan baik formal (Undang-undang, Peraturan Daerah) maupun informal (nilai-nilai, norma-norma atau adat istiadat). 

b.    Fakta Masalah

1)    Sebelum masa krisis (tahun 1997) diperkirakan ada 50.000 anak jalanan di Indonesia termasuk di kota Bandung.

2)    Pasca masa krisis multi dimensional di Indonesia, jumlah tersebut ditengarai meningkat tajam (lebih dari 1 juta anak) namun sulit untuk mendapatkan jumlah yang pasti karena mobilitas anak jalanan yang sangat tinggi dan kecenderungan mereka untuk menghindar apabila didatangi oleh petugas dari Instansi tertentu.

3)    Sebagian besar Anak Jalanan di kota Bandung harus bekerja dengan cara mengemis, mengamen, menyemir sepatu, menjual koran atau dagangan asongan dan jenis pekerjaan lainnya yang semuanya dilakukan di jalan-jalan yang ada di kota Bandung untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan dirinya sendiri atau membantu memenuhi kebutuhan keluarganya.

4)    Penyebab anak-anak harus bekerja di jalanan adalah ketidakmampuan ekonomi keluarga (kemiskinan) untuk memenuhi kebutuhan mereka.

5)    Pendorong anak-anak bekerja di jalan :

a)    Keinginan anak itu sendiri, baik karena prihatin terhadap kondisi kehidupan orang tua dan keluarganya ataupun karena ingin mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

b)    Dipaksa oleh orang tua

c)    Dipaksa oleh orang lain yang bukan keluarganya (ditipu/diperdaya secara halus ataupun dipaksa dengan kekerasan).

6)    Penghasilan anak jalanan setiap hari kurang dari Rp. 10.000,-.  Penghasilan tersebut seringkali tidak dapat digunakannya secara utuh karena masih harus membayar ‘pajak’ kepada orang-orang yang menjadi ‘pelindungnya’ dan atau harus diserahkan kepada orang tuanya.

7)    Sebagian besar anak jalanan tidak tamat SD.

8)    Jumlah Anak Jalanan yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan.

9)    Anak jalanan mengalami kekerasan fisik dan psikis dari :

a)    Sesama anak jalanan (anak yang besar menindas anak yang kecil).

b)    Orang tua

c)    Pengguna jalan

d)    Aparat Pemerintah (utamanya Polisi Pamong Praja)

10) Anak jalanan mengalami kekerasan seksual dari :

a)    Sesama anak jalanan

b)    Orang-orang dewasa yang tidak mempunyai tanggung jawab moral.

11) Sebagian besar Anak Jalanan di kota Bandung pernah melakukan hubungan seksual.

12) Sebagian besar anak jalanan yang berjenis kelamin laki-laki dan usia remaja (12 – 18 tahun) mempunyai kebiasaan minum-minuman keras dan pernah menggunakan narkotika.

13) Pemerintah telah meluncurkan berbagai program penanganan anak jalanan namun tidak berhasil menyelesaikan masalah.  Program-program tersebut antara lain : Rumah Singgah, penertiban yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja dan kelompok-kelompok belajar (Kejar Paket A = setara SD, Paket B = setara SMP dan Paket C = setara SMU).

14) Banyak bermunculan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Sosial yang memberikan pelayanan bagi anak jalanan tetapi kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak menyebabkan jumlah anak jalanan menurun.

15) Program Pelatihan Keterampilan dan Bantuan Modal Usaha yang diluncurkan oleh beberapa Departemen terkait termasuk Departemen Sosial mempunyai keterbatasan dalam jumlah binaan, intensitas pelatihan, jangka waktu pelaksanaan, tenaga pendamping dan monitoring.

16) Dalam pelaksanaan program, seringkali terjadi salah sasaran, baik yang disengaja maupun yang tidak sengaja yaitu peserta pelatihan dan penerima bantuan bukan anak jalanan tetapi anak terlantar yang tidak hidup di jalanan.

17) Pemerintah belum secara sungguh-sungguh memberi peluang pasar dan pemasaran terhadap hasil produksi anak jalanan yang sudah mendapatkan pelatihan keterampilan dan bantuan modal usaha.

18) Program-program penanganan masalah anak jalanan tidak sinergis dengan program-program pemberdayaan masyarakat.  Sebagai contoh, bila anak jalanan mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan bantuan maka hal ini tidak diikuti atau tidak dilaksanakan bersamaan dengan program bantuan atau pemberdayaan bagi keluarganya sehingga kondisi ekonomi keluarga yang miskin kembali memaksa anak untuk turun ke jalan. 

Berdasarkan berbagai fakta masalah, penyusun merumuskan masalah anak jalanan di kota Bandung sebagai berikut :

  1. Anak-anak Jalanan di kota Bandung adalah anak-anak dari keluarga miskin yang karena faktor ketidakmampuan ekonomi keluarganya menyebabkan mereka terpaksa atau dipaksa untuk bekerja di jalan-jalan yang ada di kota Bandung tanpa bekal pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
  2. Penghasilan Anak Jalanan di kota Bandung umumnya sangat rendah sehingga tidak mempunyai daya ungkit terhadap perbaikan ekonomi kehidupannya dan keluarganya sehingga mempunyai kecenderungan yang besar untuk hidup dalam lingkaran kemiskinan.
  3. Anak Jalanan di kota Bandung rentan terhadap berbagai tindak kekerasan fisik, psikis dan seksual.
  4. Program-program penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh Pemerintah maupun pihak-pihak swasta (LSM), antara lain program Rumah Singgah terbukti tidak efektif dan tidak menyelesaikan masalah.
  5. Anak jalanan yang sudah mendapatkan pelatihan keterampilan dan bantuan dari Pemerintah maupun pihak-pihak lain terpaksa kembali ke jalan karena kondisi ekonomi keluarganya yang miskin.

 

  1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dari kebijakan Pemerintah dalam penanganan anak jalanan di kota Bandung adalah “terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak jalanan secara memadai dan berkesinambungan sehingga tidak lagi melakukan kegiatan mencari nafkah di jalan”. 

  1. Tujuan Khusus

a.    Meningkatnya kemampuan keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya sehingga mereka tidak perlu bekerja di jalan.

b.    Meningkatnya kesadaran dan pemahaman orang tua terhadap hak-hak anak sehingga memiliki tanggung jawab moral dan sosial dalam melaksanakan tugasnya sebagai orang tua.

c.    Meningkatnya kesadaran serta tanggung jawab moral dan sosial masyarakat mengenai hak-hak anak sehingga masyarakat tergerak untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pemenuhannya dengan mekanisme yang profesional.

d.    Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai dengan hak-haknya (hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi), juga hak untuk mengenyam pendidikan dan mendapatkan pelayanan kesehatan.

e.    Meningkatnya kesadaran anak mengenai hak-haknya sehingga mereka dapat mengajukan keberatan apabila dipaksa bekerja di jalan dan tahu harus ke mana untuk meminta perlindungan.

f.     Meningkatnya kesadaran dan kecintaan anak terhadap ilmu pengetahuan sehingga meningkatkan minat dan upaya mereka untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah formal.

g.    Tersedianya lembaga-lembaga pelayanan yang dapat memberikan perlindungan, pemenuhan kebutuhan dan advokasi sosial terhadap anak-anak yang dipaksa bekerja di jalan.

h.    Tersedianya program-program layanan gratis bagi anak jalanan pada lembaga-lembaga pelayanan sosial dasar yang sudah ada, seperti rumah sakit dan sekolah. 

B.   KRITERIA EVALUASI 

Berdasarkan fakta-fakta masalah mengenai kondisi anak jalanan dan berbagai program penanganan yang dinilai belum berhasil menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif maka perlu dilakukan evaluasi terhadap beberapa kebijakan Pemerintah yang berkenaan dengan perlindungan bagi anak dan kebijakan dalam penanganan masalah.

Kriteria yang akan digunakan dalam evaluasi kebijakan-kebijakan tersebut adalah Political Viability.  Rincian kriteria evaluasi dimaksud adalah sebagaimana diuraikan berikut ini :

  1. Program Perlindungan Anak

a.    Apakah Pemerintah kota Bandung telah menyediakan dan atau memberikan pelayanan-pelayanan sosial dasar bagi anak, utamanya yang berasal dari keluarga miskin sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi ?

Dari berbagai program dan implementasi terhadap kebijakan perlindungan anak di kota Bandung terlihat bahwa Pemerintah belum sepenuhnya mengimplementasikan kebijakan mengenai perlindungan anak, utamanya bagi anak-anak dari keluarga miskin.  Hal ini terbukti dari kurang tersedianya bantuan pemenuhan gizi, kesehatan dan pendidikan gratis bagi anak-anak miskin.  Kalaupun ada bantuan-bantuan seperti itu, sifatnya hanya insidental dengan jumlah bantuan yang relatif sedikit sehingga tidak memenuhi kebutuhan anak.

b.    Apakah DPRD Kota Bandung telah memahami dan menyadari hak-hak anak dan upaya pemenuhan kebutuhan yang harus dilakukan sehingga mereka telah memberikan persetujuan dan dukungan penuh terhadap program-program perlindungan anak dan bidang kesejahteraan sosial ?

DPRD Kota Bandung kelihatannya belum menyadari mengenai hak-hak anak dan upaya pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan.  Hal ini terbukti dari minimnya alokasi anggaran daerah yang disetujui untuk program-program perlindungan anak dan bila dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk program-program pembangunan infrastruktur maka ketimpangannya sangat tinggi.

c.    Apakah sudah dilakukan proses penyadaran terhadap orang tua dan seluruh masyarakat mengenai hak-hak anak dan kebutuhan mereka yang harus dipenuhi ?

Proses penyadaran para orang tua dan masyarakat mengenai hak anak tampaknya masih sangat minim.  Hal ini terbukti dari frekuensi penyuluhan yang sangat jarang dan intensitas proses maupun materi mengenai hak-hak anak sangat tidak memadai untuk membuat masyarakat (termasuk para orang tua) memahami pentingnya untuk memenuhi hak anak dan segala kebutuhannya.

d.    Apakah dalam penerapan kebijakan anak telah ditetapkan petunjuk-petunjuk khusus dan program-program khusus bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin ?

Dalam Undang-undang Perlindungan Anak terdapat pasal-pasal khusus untuk memberikan perhatian bagi anak-anak dalam kondisi tertentu, seperti anak yang berhadapan dengan hukum, anak dalam kondisi darurat dan anak terlantar.  Namun dalam implementasinya, program dan bantuan Pemerintah bagi anak-anak dengan situasi khusus tersebut masih bersifat insidental dan kasuistik.

e.    Apakah kebijakan Pemerintah dalam hal perlindungan anak memberikan landasan konstitusional dan landasan operasional untuk melaksanakan program-program penanganan bagi anak jalanan ?

Kebijakan perlindungan anak tidak membatasi anak dari kelompok manapun dan dalam situasi apapun.  Bahkan kebijakan tersebut telah menetapkan perhatian dan perlakuan yang lebih tanggap terhadap anak-anak yang mengalami situasi khusus.  Program-program penanganan anak jalanan sangat sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-undang Perlindungan Anak.

f.     Apakah bila program-program pendidikan dan kesehatan gratis bagi anak jalanan diluncurkan akan ditentang oleh banyak pihak.

Program-program pendidikan dan kesehatan gratis bagi anak jalanan akan ditentang oleh banyak pihak, terutama oleh lembaga-lembaga penyedia pelayanan dengan dalih tidak tersedianya anggaran untuk melaksanakan program tersebut.

g.    Apakah Pemerintah mempunyai cukup anggaran untuk melaksanakan program-program pendidikan dan kesehatan gratis bagi anak jalanan ?

Pemerintah mempunyai dana yang sangat cukup untuk melaksanakan program-program tersebut.

h.    Apakah Pemerintah dan DPRD punya kemauan politik yang cukup kuat untuk merancang dan melaksanakan program-program pelayanan sosial dasar (pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi) yang bebas biaya bagi anak-anak, khususnya anak jalanan ?

Kemauan politik Pemerintah dan DPRD kota Bandung masih belum berpihak kepada masyarakat miskin.  Pemerintah selalu membela diri dengan mengemukakan berbagai program penanganan yang bersifat insidental yang telah diluncurkan dan mengemukakan alasan keterbatasan anggaran sebagai penyebab program-program pelayanan sosial dasar secara gratis tidak atau belum dapat dilaksanakan. 

  1. Program Rumah Singgah

a.    Apakah program Rumah Singgah mempunyai daya ungkit terhadap perbaikan ekonomi keluarga anak jalanan ?.

Program Rumah Singgah lebih diarahkan kepada pemberian kesempatan anak untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal belajar dan bermain.  Program ini tidak mempunyai kontribusi terhadap upaya perbaikan ekonomi keluarga anak jalanan.

b.    Apakah program Rumah Singgah telah mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman anak terhadap hak-haknya ?.

Program Rumah Singgah nampaknya kurang memperhatikan upaya penyadaran dan peningkatan pemahaman anak terhadap hak-haknya.  Sebagian besar pengelola rumah singgah memandang bahwa penyadaran terhadap hak-hak anak lebih tepat ditujukan kepada orang tua dan masyarakat yang sudah dewasa.

c.    Apakah dalam program Rumah Singgah dilaksanakan juga kegiatan yang bertujuan menyadarkan para orang tua anak-anak jalanan mengenai hak-hak anak ?

Sasaran program anak jalanan hanya kepada anak-anak jalanan tanpa melibatkan orang tua mereka untuk berpartisipasi di dalamnya.  Proses penyadaran orang tua anak jalanan mengenai hak-hak anak mungkin pernah dilakukan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengelola Rumah Singgah tapi sifatnya hanya terbatas dan insidentil serta tidak diikuti program-program lain yang bertujuan untuk meningkatkan tanggung jawab moral dan sosial orang tua terhadap anak-anaknya.

d.    Apakah ada program dampingan terhadap program Rumah Singgah yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga anak jalanan ?

Ego sektoral seringkali menyebabkan pelaksanaan program-program penanganan masalah sosial dilaksanakan dengan tidak sinergis.  Dalam pelaksanaan program Rumah Singgah jarang sekali ditemui adanya program dampingan dalam rangka perbaikan kondisi ekonomi keluarga anak jalanan, terutama apabila masing-masing program dilaksanakan oleh lembaga atau instansi yang berbeda.  Tiap sektor atau lembaga mempunyai kelompok sasaran masing-masing dan sangat sulit dipertemukan dalam suatu proses perencanaan yang komprehensif.

e.    Apakah dalam pelaksanaan program Rumah Singgah telah didukung oleh tenaga-tenaga yang profesional, khususnya dari profesi Pekerjaan Sosial ?

Program Rumah Singgah umumnya dilaksanakan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang sebagian besar tenaga pendukungnya adalah relawan-relawan yang bukan berasal dari profesi Pekerjaan Sosial.  Pada banyak Rumah Singgah, tenaga pendukungnya justru orang-orang yang belum pernah bekerja atau sedang mencari kerja sehingga pelayanan yang diberikan di rumah singgah dilakukan sebagai kerja sambilan dalam masa transisi.

f.     Apakah program Rumah Singgah membutuhkan biaya besar dan apakah Pemerintah mampu membiayainya ?

Program Rumah Singgah menyerap anggaran yang cukup besar namun Pemerintah masih mampu membiayainya.  Hal ini terbukti dari banyaknya rumah singgah yang dibentuk atau didirikan oleh lembaga swadaya masyarakat serta mendapatkan dukungan anggaran dari Pemerintah.  Di kota Bandung terdapat sekitar 50 LSM yang memberikan pelayanan bagi anak jalanan dan sebagian besar di antaranya memiliki rumah singgah.

g.    Apakah program ini mendapat dukungan dan partisipasi dari masyarakat ?

Program ini sudah diketahui dan mendapat perhatian dari sebagian besar masyarakat tetapi dalam pelaksanaannya sangat kurang didukung oleh partisipasi masyarakat.  Bantuan yang diberikan oleh masyarakat lebih bersifat amal dan insidental. 

  1. Program Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota

a.    Apakah program K3 di kota Bandung mempunyai muatan perlindungan bagi anak jalanan.

Tidak.  Program K3 di kota Bandung hanya diarahkan kepada upaya menertibkan dan membuat kota Bandung sebagai kota yang nyaman dihuni dan mempunyai prestise baik di mata masyarakat kota Bandung maupun dalam pandangan orang-orang di luar kota Bandung.

b.    Apakah pendekatan yang digunakan Pemerintah dalam menertibkan anak jalanan menggunakan pendekatan persuasif atau pendekatan represif ?

Pemerintah selalu menggunakan pendekatan represif dalam melaksanakan program K3, utamanya pada saat menertibkan atau menjaring anak-anak jalanan.

c.    Apakah program K3 sebaiknya tidak diberlakukan bagi anak jalanan dalam arti membiarkan atau memperbolehkan anak jalanan melakukan aktivitasnya di jalan ?

Program K3 harus tetap dilaksanakan karena penting untuk membangun dan menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi kehidupan di kota Bandung.  Penertiban terhadap anak jalanan tetap diperlukan tetapi mungkin harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih persuasif.

d.    Apakah dalam pelaksanaan program K3 perlu diberi ruang khusus bagi anak-anak jalanan melakukan aktivitasnya, misalnya di taman kota atau tempat-tempat tertentu ?

Anak jalanan adalah bagian dari anak secara umum.  Apapun alasannya, seharusnya mereka tidak berada di jalan.  Menyediakan ruang khusus bagi anak jalanan tidak membuat mereka dapat memenuhi kebutuhannya karena sumber pendapatannya terutama berasal dari para pengguna jalan. 

  1. Program Pelatihan dan Pemberian Bantuan Modal Usaha bagi Anak Jalanan

a.    Apakah program ini sudah menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penurunan jumlah anak jalanan ?

Program pelatihan dan bantuan modal usaha bagi anak jalanan terbukti tidak mampu menurunkan jumlah anak jalanan.

b.    Apakah program ini telah memenuhi semua kebutuhan anak jalanan.

Program ini hanya memberi latihan dasar keterampilan bagi anak jalanan dengan tujuan agar anak mampu melakukan usaha ekonomis produktif, misalnya home industri.

c.    Apakah program ini menyediakan juga peluang pasar dan upaya pemasaran terhadap produk yang dihasilkan anak jalanan ?

Program ini hanya terbatas pada pemberian latihan dan bantuan modal usaha.  Anak-anak jalanan yang telah mengikuti pelatihan dibiarkan begitu saja dan sangat jarang dipantau dalam pelaksanaan usaha ekonomis produktif yang mereka pilih.

d.    Apakah program ini dilaksanakan tenaga-tenaga profesional ?

Dalam pelaksanaan pelatihan, setiap kegiatan didukung oleh tenaga-tenaga yang profesional di bidangnya masing-masing.

e.    Apakah anak jalanan didampingi oleh tenaga profesional dalam melakukan usaha ekonomis produktif dengan modal usaha yang diterimanya ?

Dalam petunjuk-petunjuk teknis operasional kegiatan yang dibiayai oleh Pemerintah selalu disebutkan adanya pendamping-pendamping sosial bagi kelompok-kelompok binaan.  Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pendamping sosial berasal dari relawan atau Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM) yang tidak profesional dan bukan berasal dari profesi Pekerjaan Sosial.  Rasio perbandingan pendamping sosial terhadap kelompok binaan sangat tidak seimbang.

f.     Apakah program ini membutuhkan biaya yang besar dan apakah Pemerintah mampu menyediakannya ?

Program ini relatif tidak memerlukan biaya yang besar karena jangka waktunya yang singkat dan bantuan yang diberikan bersifat stimulan dan insidentil.  Pemerintah mampu menyediakan anggaran untuk pelaksanaan program ini.

g.    Apakah program ini mendapat dukungan dan partisipasi dari masyarakat secara umum ?

Program ini kurang mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat.  Hal ini terutama disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai adanya program ini. 

C.   ALTERNATIF KEBIJAKAN 

Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria evaluasi terhadap Kebijakan Perlindungan Anak dan beberapa program penanganan anak jalanan yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah maka dipandang perlu untuk meneruskan dan atau memodifikasi beberapa kebijakan yang sudah ada serta mengajukan alternatif-alternatif baru.  Alternatif-alternatif yang diajukan adalah :

  1. Meneruskan kebijakan yang sudah ada

a.      Kebijakan yang perlu diteruskan implementasinya adalah Kebijakan mengenai Perlindungan Anak.

b.      Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Dari berbagai faktor yang menyebabkan anak dari keluarga miskin terjerumus menjadi anak jalanan dan berbagai masalah yang dihadapinya, perlu dicermati bahwa faktor ekonomi adalah faktor yang paling dominan sebagai penyebab utama anak-anak harus bekerja di jalan.  Pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih serius dan mempunyai kemauan politik yang kuat untuk mengalokasikan anggaran yang lebih besar dalam pelaksanaan program Pemberdayaan Masyarakat Miskin. 

  1. Kebijakan yang perlu dimodifikasi

Dalam implementasi kebijakan perlindungan anak, beberapa hal yang perlu dimodifikasi oleh Pemerintah dan banyak pihak adalah :

a.   Merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan daerah terkait dengan Undang-undang Perlindungan Anak yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Bandung.

b.    Program penanganan anak jalanan dan program-program pemberdayaan masyarakat miskin dari berbagai sektor harus direncanakan secara komprehensif dan dilaksanakan secara berkesinambungan dengan pola lintas sektor.  Pada saat anak jalanan mendapatkan pelayanan dalam suatu program penanganan maka orang tua atau keluarganya perlu diberikan pelayanan dari program lain yang bertujuan memperbaiki kondisi ekonominya.

c.    Program Rumah Singgah yang sudah ada dapat dilanjutkan dengan memodifikasi beberapa muatan programnya dan atau memadukannya dengan program lain, yaitu :

      Upaya penyadaran mengenai hak-hak anak kepada anak jalanan dan keluarganya.

      Pada saat anak mengisi waktunya dengan belajar dan bermain di rumah singgah maka orang tuanya diberikan pelatihan keterampilan agar dapat melakukan usaha ekonomis produktif.

     Menetapkan syarat profesionalisme bagi tenaga-tenaga pendukung atau relawan yang akan mengelola rumah singgah.

      Membangun dan mengembangkan hubungan kerja sama rumah singgah dengan berbagai lembaga pelayanan sosial dasar termasuk panti-panti sosial dan melakukan sistem rujukan.

d.    Program K3 yang dilakukan oleh Pemerintah menggunakan pendekatan persuasif dalam menjaring anak jalanan dan melakukan rujukan ke lembaga-lembaga pelayanan sosial yang terkait dengan penanganan anak jalanan.

e.    Program Pelatihan dan Pemberian Bantuan Modal Usaha bagi anak jalanan dilaksanakan dengan sasaran yang lebih menyeluruh, yaitu bagi anak sekaligus dengan orang tuanya sehingga mereka dapat melakukan usaha ekonomis produktif secara bersama-sama.  Pada pelaksanaan program ini perlu ditanamkan kesadaran dan pembagian tugas bahwa anak hanya sebagai tenaga kerja sekunder atau pendukung dalam keluarganya, bukan sebagai pencari penghasilan yang utama. 

  1. Alternatif-alternatif kebijakan yang baru

Alternatif-alternatif yang diajukan ini sebenarnya bukan sama sekali baru karena sudah ada dan dilaksanakan oleh beberapa instansi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat tetapi dalam upaya penanganan anak jalanan alternatif ini mungkin tergolong baru, yaitu :

a.    Pemenuhan Kebutuhan Gizi gratis

Seperti halnya layanan pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah di sekolah-sekolah formal, perlu diberikan layanan pemenuhan gizi gratis bagi anak jalanan.  Anak-anak jalanan diarahkan untuk mendatangi tempat-tempat yang telah ditentukan untuk mendapatkan layanan pemenuhan gizi ini dengan frekuensi yang disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.

b.    Pemberian Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis

Pemberian layanan kesehatan dasar gratis ini dapat dilakukan melalui Puskesmas Keliling.  Dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan tersedianya pengobatan gratis diharapkan anak-anak jalanan mempunyai ketahanan fisik yang baik dan berdampak positif terhadap perkembangan intelektual maupun emosionalnya.

c.    Pemberian Layanan Pendidikan Gratis

Program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya sekolah bagi anak jalanan di sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan layanan pendidikan model seperti Perpustakaan Keliling di mana guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi pelajaran di tempat tersebut. 

Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan maupun program penanganan anak jalanan, satu hal yang penting untuk selalu disampaikan adalah penyuluhan mengenai hak-hak anak dan upaya mengembalikan anak kembali ke rumahnya agar mereka dapat hidup dan tumbuh kembang secara wajar.  Partisipasi masyarakat luas dalam pelaksanaan berbagai program sangat dibutuhkan karena tanpa dukungan masyarakat maka program-program tersebut tidak akan memberikan hasil.  Bentuk partisipasi masyarakat yang diharapkan antara lain : 1) Tidak memberikan sedekah kepada pengemis anak atau membeli barang/jasa dari anak jalanan, 2) memahami bahwa perbuatan amal dengan memberikan bantuan (uang) kepada anak-anak yang bekerja di jalanan tidak mempunyai daya ungkit terhadap status ekonomi dan sosial kehidupan mereka, 3) menyalurkan bantuan melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang kompeten, transparan dan dapat mempertanggungjawabkan anggaran yang dikelolanya dan 4) memberikan dukungan dengan pola anak asuh.